Saturday, March 22, 2008

Menelusuri Petunjuk

MENELUSURI PETUNJUK

Oleh : Hari Wuryanto,

Majlis taklim Masjid Al Jami’in Pringwulung, Kradenan, Srumbung, Magelang

Hidayah/Al-Huda (Bhs. Arab) adalah isim ma’rifat (kata benda) artinya petunjuk, arahan. Sedangkan kata perintahnya (fiil amr) ihdi = tunjukanlah. Kalimat ihdinas-shirotul mustaqim terdapat pada surat Al-Fatihah (1); 6-7 “(wahaiAlloh) tunjukkanlah kami ke jalan yang benar/lurus, (yaitu) jalannya orang-orang yang telah Kau beri nikmat kepada mereka, bukannya jalan orang-orang yang dimurkai atas mereka dan orang-orang yang disesatkan”

Apabila dalam 24 jam orang Islam melaksanakan shalat wajib 5 waktu maka berarti memanjatkan doa mohon petunjuk kepada Allah SWT sebanyak 17 kali. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas kekhusuan dalam shalat adalah dengan cara mengerti dan memahami makna setiap kalimat dalam bacaan shalat.

Lalu seperti apa petunjuk jalan yang benar sebagaimana permohonan yang selalu kita ulang-ulang dalam Al-Fatihah?

Rasulullah SAW sebagai pengemban tugas membawa ajaran, risalah dari Allah SWT memberikan kepada kita pengertian hidayah/petunjuk sebagaimana dalam riwayat Sunan Ibnu Majah No. Hadist 11 Juz 1 hal 6 Mukodimah: ” dari Jabir bin Abdillah berkata, ketika kami disisi Nabi Muhammad SAW, beliau membuat satu buah garis, kemudian membuat dua buah garis di sebelah kanannya dan juga membuat dua buah garis disebelah kirinya. Setelah itu Nabi meletakkan tangannya pada garis yang di tengah(yang pertama) seraya bersabda “ini adalah sabilillah/jalan Allah” kemudian Nabi membaca (firman Allah):”dan sesungguhnya ini (Al-Qur’an) adalah jalan Ku yang benar/lurus, maka ikutilah jalan itu dan janganlah kalian bercerai berai jauh dari jalan Allah. (Surat Al-Anam (6);153.

Dari redaksi hadist di atas gambaran tentang hidayah cukup memberikan titik terang kepada kita, bahwa tidak diingkari dan ini realita ada beberapa jalan/cara manusia mempunyai persepsi, penafsiran, sikap, amaliah peribadatan bermacam-macam, sedangkan Rasulullah SAW menunjuk salah satu garis dan berwasiat sesuai ayat tersebut, agar kita menetapi jalan sesuai Al-Qur’an, dan dihindarkan tidak tercerai berai. Seseorang yang telah ditunjukkan kepada hidayah Alloh, mempunyai ciri-ciri sebagaimana pada Surat Al-An’am(6):125 ” Maka barang siapa yang Alloh kehendaki mendapat petunjuk, Alloh melapangkan hati orang itu terhadap Islam (bisa menerima),dengan senang hati dan barang siapa yang Alloh kehendaki disesatkan maka Alloh SWT menjadikan hati orang itu sempit, berat seakan-akan mau naik kelangit (hingga tidak mampu menerima Islam)… “ Al-Ayat. Seseorang yang sebelumnya buta, awam terhadap agam Islam ,bisa saja pada waktu berikutnya menjadi orang alim, dengan kwalitas iman yang baik kalau memang Alloh menghendaki. Sebagaimana Rosululloh SAW sendiri dalam Surat Adh-dhukha (93):7 “Dan (Alloh) mendapati kau(Muhammad) dalam keadaan sesat kemudian Alloh menunjukkan” .

Alloh SWt memberi petunjuk hidayah kepada hambanya melalaluiperantara, sedangkan nabi Muhammad SAW diangkat menjadi rasul diturunkan wahyu Al-Qur’an melalui perantara malaikat Jibril. Seseorang mendapat hidayah pada hakikatnya bukan tergantung kepada kepiawaian mendendangkan ayat Al-Qur’an, atau kepandaian mengupas tafsir Al-Hadist, atau bagusnya metode dakwah dari penyampai ajaran agama, namun semata-mata atas pemberian Allah SWT.

Sebagaimana kisah Abu Tholib paman tercinta Rasulullah SAW, ketika akan wafat rasulullah mendatangi, ternyata di samping Abu Tholib suda ada Abu Jahal dan Abdullah Bin Umayah, keduanya ini kafir musrik. Nabi memohon kepada pamannya ” wahai paman, katakanlah Laa ilaha illalloh nanti akan aku bela dihadapan Alloh”, namun Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah juga berusaha mempertahankan pendirian Abu tholin “ Apakah kau sudah benci pada agama Abdul Mutholib” (kalau masuk Islam)”

Nabipun tiada henti-hentinya merayu pamannya, cukup dengan ucapan kalimat tauhid pada penghujung hidupnya, namun toh akhirnya Abu Tholib menutup usianya dengan ucapan pengakuan kepada agama nenk moyangnya (musrik) menolak untuk mengakui Islam/menyembah Tuhan Allah SWT.

Kisah inilah yang melatarbelakngi turunnya Surah Al-Qosos ((28); 56) (menjadi asbabu nuzul) “Sesungguhnya kau (Muhammad) tidak bisa menunjukkan (memberi hidayah) pada orang yang kau cintai, tetapi Alloh memberi hidayah pada orang yang dikehendaki.” Dari cerita yang bisa dilihat pada hadis Shohih Bukhori jilid 6 hal. 17-18 bab …….. tafsir Al-Qur’an tersebut, dapat diamati betapa cinta Nabi kepada pamannya, yang merawat sejak usia remaja (8 tahun), yang membela Nabi tatkala mendapat ancaman pembunuhan dari kaum kafir, apa alasan Abu Tholin sehingga enolak ajakan Nabi, paahal yang berdakwah, adalah seorang utusan Alloh yang langsung mendapat wahyu. Mungkinkah karena menjaga gengsi di hadapan tokoh masyarakat musrik pada waktu itu. Allohualam.

Untuk menyibak tabir rahasia di balik pemberian hidayah Alloh pada seorang hamb, salah satunya terdapat pada surat An-Nisa (4); 69” dan barang siapa yang taat pada Allh dan rasul, maka mereka itulah beserta orang-orang yang telah Alloh beri nikmat padanya diantaranya para Nabi, dan orang-orang sidiq, dan orang mati sahid, dan orang-orang solih. Mereka itulah sebaik-baik teman/golongan”.

Ayat ini ada relevansi/qorinah dengan permohobab agar diberi hidayah dalam Al-fatikhah.

Dari firman Alloh tersebut berarti orang yang ingin digolongkan dapat hidayah diawali dari diri sendiri, ibda’binafsihi, memulai niat yang kuat, siap untuk mentaati perintah Alloh dalam Al-Quran dan sunah/tuntunan rasul dalam Al-hadist sehingga doa kita Ihdonassihirotol mustaqim, sangat mungkin terkabul.


Penulis adalah :

- Pengasuh Majlis taklim Masjid Al Jami’in dsn. Pringwulung, Kradenan, Srumbung, Magelang

- Pengajar Privat Makna Al-Qur’an dan Al-Hadist

- No. HP. 081904129167

No comments:


Artikel yang dimuat Harian Bernas Yogyakarta, Jumat 12 Januari 2007